7 Cara Mengalahkan orang yang sering memotong pembicaraan
Orang yang suka memotong pembicaraan bukan hanya merusak percakapan, tapi juga mempermalukan kecerdasan.
Kamu sedang menjelaskan ide di ruang meeting. Baru kalimat ketiga, seseorang menyela dengan “Tapi menurut saya…” dan pembicaraanmu langsung direbut. Atau saat kamu sedang bercerita soal pengalaman pribadi, tiba-tiba ada yang memotong, “Saya juga tuh, malah lebih parah lagi…”
Itu bukan sekadar gangguan. Itu bentuk dominasi komunikasi.
Menurut Deborah Tannen dalam bukunya You Just Don’t Understand: Women and Men in Conversation, orang yang sering memotong pembicaraan biasanya tidak menyadari bahwa mereka sedang merebut ruang berpikir orang lain. Dalam kerangka linguistik, interupsi yang berulang mencerminkan upaya penguasaan percakapan, bukan keinginan memahami.
Sebuah studi dari George Washington University menunjukkan bahwa dalam percakapan kelompok, mereka yang paling sering menyela cenderung dianggap dominan, padahal belum tentu substansial. Ini menunjukkan bahwa siapa yang terdengar paling banyak, belum tentu yang paling bernilai.
Kalau kamu ingin suaramu tetap didengar tanpa harus bertarung secara agresif, tujuh cara ini bisa kamu pakai.
1 Tetapkan niat bicara sejak awal secara eksplisit
Saat kamu memulai percakapan, ungkapkan dengan jelas apa yang ingin kamu sampaikan dan bahwa kamu butuh waktu untuk menjelaskan sampai tuntas. Dalam buku Difficult Conversations karya Douglas Stone dkk, salah satu strategi meredam interupsi adalah dengan membingkai ekspektasi. Kalimat seperti “Saya ingin menjelaskan sampai akhir dulu ya, nanti baru kita diskusi” memberi ruang aman bagi dirimu dan batasan bagi lawan bicara.
2 Gunakan sinyal tubuh yang menguatkan narasi
Penelitian dalam Social Psychology of Everyday Life menyebutkan bahwa gerakan tangan, kontak mata, dan nada suara memainkan peran besar dalam menjaga alur pembicaraan. Orang lebih segan memotong jika kamu terlihat yakin dan terkendali. Ini bukan soal galak, tapi soal sinyal bahwa kamu hadir sepenuhnya dalam narasi.
3 Jangan beri celah dengan jeda terlalu lama
Buku Conversationally Speaking oleh Alan Garner menyarankan agar pembicara belajar menjaga ritme. Jeda panjang dianggap sebagai tanda kamu “selesai”, padahal kamu belum. Jaga tempo bicaramu agar cukup aktif untuk menunjukkan bahwa kamu masih dalam alur berpikir, sambil tetap memberi ruang napas.
4 Tangkap interupsi dengan cerdas, jangan reaktif
Saat seseorang menyela, kamu bisa berkata, “Saya catat itu, nanti saya tanggapi ya, saya belum selesai menjelaskan.” Ini membuatmu tetap dominan tanpa harus konfrontatif. Dalam Thank You for Arguing karya Jay Heinrichs, strategi ini disebut “redirection with respect”, mengembalikan arah tanpa merusak suasana.
5 Ajak bicara dengan struktur, bukan spontanitas liar
Struktur membuat ucapanmu terasa penting. Jika kamu menyampaikan tiga poin, sebutkan “Ada tiga hal…” dan beri penanda tiap bagian. Ini menciptakan ritme yang membuat orang segan menyela, karena tahu kamu sedang berada dalam urutan.
6 Ubah interupsi menjadi bahan diskusi, bukan hambatan
Dalam Crucial Conversations, disebutkan bahwa saat seseorang menyela, itu juga bisa diolah sebagai validasi: “Itu menarik, tapi izinkan saya selesaikan dulu yang tadi, nanti kita kembali ke poin itu.” Kamu tidak hanya menyelamatkan narasi, tapi juga menunjukkan kendali emosional dan kecerdasan sosial.
7 Jika perlu, beri umpan balik langsung dengan sopan tapi tegas
Komunikasi yang sehat butuh batasan. Ucapkan, “Akan sangat membantu jika saya bisa menyampaikan dulu sampai akhir.” Ini bukan agresi, tapi pernyataan yang sehat. Di buku Radical Candor karya Kim Scott, disebutkan bahwa kejujuran yang peduli itu lebih baik daripada diam yang tidak nyaman.
Kalau kamu merasa tulisan ini membantu kamu berpikir lebih tajam tentang komunikasi, berlanggananlah di logikafilsuf. Di sana, setiap pekan kita belajar cara bicara yang tidak sekadar didengar, tapi dipahami secara dalam.
Dalam dunia yang bising, kemampuan menjaga hak bicara bukan soal ego, tapi tentang menghormati isi pikiran kita sendiri.
Ucapan adalah buah dari proses berpikir. Dan proses berpikir pantas untuk tidak dipotong sebelum matang.
Tulis di komentar, pengalaman apa yang paling kamu ingat saat kamu sedang bicara dan dipotong terus menerus. Dan kalau kamu punya teman yang suka menyela tanpa sadar, bagikan tulisan ini. Siapa tahu, ini jadi awal dari percakapan yang lebih sehat.
Post a Comment for "7 Cara Mengalahkan orang yang sering memotong pembicaraan"